Mimpi adalah cerminan kuat potensi nyata Anda yang sedang tumbuh
- Denis Waitley dan Reni L. witt
Pekerjaan seumur hidup, itulah yang terjadi, sekretaris seorang jaksa wilayah ( district attorney ). Aku tidak sabar menunggu giliran wawancaraku. Ini jenis jabatan yang kumimpikan, setelah sekian tahun menempuh pendidikan diperguruan tinggi dan sekian tahun lagi mencari pengalaman dalam pekerjaan-pekerjaan tingkat pemula.
Pada malam sebelum wawancaraku, aku menghabiskan dua jam memeriksa lemariku untuk menentukan busana yang paling tepat. Apa yang akan aku katakan kepadanya? Aku merebahkan tubuhku diranjangku yang empuk sambil menatap ke langit-langit, tak bisa tidur. Bagaimana aku harus bersikap? Karena gugup aku memejamkan mataku dan mencoba beristirahat barang sejenak, namun aku terus gelisah.
Akhirnya, alarm pada jam membangunkan aku. Aku mencoba membuka mataku, namun rasanya ada yang tidak beres. Wajahku terasa kaku dan aneh. Tanganku meraba pipiku.
"Tidak!" Bibirku tidak dapat terbuka seperti sekarang. Aku berlari ke kamar mandi dan bercermin di kaca sambil ketakutan.
Wajahku kejang seperti penderita stroke. Mataku tidak simetris. Aku tidak bisa menggerakkan bagian kanan wajahku. Aku hampir tidak mengenali diri sendiri. Apa yang terjadi padaku? Mimpi buruk apa yang telah membangunkan aku?
Ibuku bergegas masuk ke kamarku,"Ada apa?" Matanya terbelak dan dengan ketakutan yang dahsyat tanpa sadar menjauh dariku.
"Apa yang terjadi padaku?"kataku dengan pengucapan yang tidak jelas.
"kita ke rumah sakit."seru ibuku setelah pelan-pelan menyadari situasiku.
Kami langsung berangkat. Perawat memeriksa sekilas namun tanpa banyak bicara dia memanggil dokter spesialis. Di tempat pemeriksaan, dibawah cahaya putih yang menyilaukan, aku dan ibuku hanya bisa menunggu.
Setelah pemeriksaan selama beberapa jam, dokter akhirnya menerangkan,"Anda mengalami Bell's palsy. Itu kondisi ketika otot-otot wajah Anda menegang karena stress. Anda memerlukan istirahat yang banyak, maka dalam beberapa hari wajah Anda akan normal kembali.
"Tapi saya harus menjalani tes wawancara pekerjaan siang ini"kataku dengan sedih.
"Sayang sekali,"kata sang dokter dengan sangat prihatin.
"Anda terpaksa meminta penjadwalan ulang, mudah-mudahan masih dalam pekan ini."
Selama dalam perjalanan pulang cukup lama, yang terpikir olehku hanyalah betapa buruk nasibku kalau sampai harus meminta penjadwalan ulang. Jelas sekali itu akan menjauhkan peluangku. Belum pernah ada orang yang meminta penjadwalan ulang dalam urusan dengan jaksa. Semua pelamar lain akan memperoleh keuntungan dari kesialanku, kataku dalam hati.
Aku menengok ke arlojiku dan membuat keputusan,"Mom, turunkan aku di Jacob Street. Aku akan datang ke wawancara."
"Sayang, menurutku sebaiknya jangan, Kau kelihatan........aneh."Selembut mungkin dia mencoba membesarkan hatiku.
Aku tahu dia benar. Jaksa wilayah barangkali akan langsung tertarik padaku, tetapi dia berpeluang menilai aku lebih berdasarkan penampilanku ketimbang berdasarkan pengalaman dan bakatku. Aku barangkali tidak pergi ke sana dahulu. Tapi kalau tidak melakukannya, aku akan penasaran apakah aku berpeluang meraih pekerjaan yang aku dambakan.
"Tidak,Mom, antar aku ke sana."
Meskipun enggan dia mengantarkan aku ke tempat yang kuinginkan. Aku berjalan dengan mantap ke dalam gedung kantor yang megah itu, dengan perabotan dari kayu mahoninya dan pilar-pilar batu pualam putihnya, tanpa memberi kesempatan kepada kesadaran atau penyakit apa pun menghentikan aku. Terlebih ketika aku telah berusaha begitu keras sekian lama untuk mendapatkan kesempatan ini.
Aku menghampiri perempuan yang duduk di belakang meja penerima tamu dan berkata, sejelas yang mampu aku lakukan,"Nicole Jenkins, ingin bertemu dengan Mr. Robertson."
Perempuan itu menatap wajahku."Dia menunggu kedatangan Anda masuk saja."
Aku memasuki ruangan di sebelah kanannya dan melihat seorang laki-laki berambut kelabu duduk dibelakang bangku besar, sedang membaca sebuah berkas.
Tiba-tiba penampilanku yang terbaik datang dengan sendirinya, maka tanpa ragu aku duduk. Aku mengambil kursi yang berada dihadapannya.
"Halo,"sapanya. "Miss Jenkis?"
"Betul. Maafkan saya. Saya baru mengalami serangan Bell's palsy. Dokter mengatakan saya akan sembuh dalam beberapa hari. Saya datang langsung dari rumah sakit.
"Anda mempunyai rasa tanggung jawab yang besar sekali dengan tetap datang meskipun dalam keadaan tidak mampu menampilkan yang terbaik," sahutnya, setelah diam beberapa saat.
"Terima kasih,Sir"
Dia cukup lama memeriksa berkas lamaranku. "Apakah semua yang ada di sini benar?"Dia menyerahkan berkas itu kepadaku.
Aku memeriksa berkas itu sekilas,"Ya, tapi saya lupa menyebutkan bahwa saya mengetik dengan kecepatan tujuh puluh lima kata per menit.
"Luar biasa,"katanya sambil tersenyum. "Dalam skala nilai seratus, Anda meraih skor tertinggi di antara semua pelamar. Anda memiliki nilai di atas rata-rata untuk tata bahasa dan program komputer.
"Kebetulan itu mudah bagi saya,"jawabku sejujurnya.
"Bagus, kualifikasi Anda jelas cukup. Anda mempunyai latar belakang yang mengesankan dengan pengalaman yang berkaitan. Saya lihat disini Anda pernah bekerja di Angkatan Laut."
"Kebetulan di bagian yang berurusan dengan hukum,"jelasku.
"Kapan Anda bisa mulai bekerja?"
"Dua minggu lagi."
Dia menatap ke kalender mejanya,"Tanggal 27 kalau begitu. Datanglah ke sini pada pukul sembilan pagi."
Aku terperangah,"Anda memilih saya?"
"Betul, Anda tepat sekali untuk pekerjaan ini,"
Aku berdiri."Terima kasih karena telah mempercayai saya. Saya tidak akan mengecewakan Anda."
"Saya tahu,"dia tersenyum, sambil berdiri untuk menyalamiku.
"Selain memiliki ketrampilan yang saya perlukan, Anda juga mempunyai karakter."