Hari itu hari yang
tidak menarik, hujan, dan aku
tidak memiliki gairah untuk berkendara dari tempat tinggalku di pantai kawasan pegunungan yang dingin di Danau
Arrowhead, tempat tinggal putriku Carolyn
Satu pekan sebelumnya, dia telah datang
dan bersikeras mengajakku rnenyaksikan bunga daffodil yang ditanam oleh
beberapa
perempuan di puncak
pegunungan itu, maka, begitulah, meskipun enggan, akhirnya aku menempuh perjalanan yang memakan waktu dua jam itu.
Pada waktu aku melihat betapa
tebal kabut yang menutupi jalanan berkelok-kelok ke arah puncak, perjalanan sudah terlalu jauh untuk kembali, maka meskipun pelan-pelan aku melanjutkan perjalanan mendaki "jalan raya paling berbahaya di dunia" menuju
ke
rumah
putriku.
"Aku tak mau meneruskan perjalanan ini sedikit pun!" omel-ku. "Aku akan berhenti untuk makan siang,
tapi setelah kabut rnulai
terangkat, aku akan turun kembali."
"Tapi aku perlu menumpangmu ke bengkel untuk mengambil rnobilku,"sahut Carolyn."Tidak bisakah
setidaknva rnelakukan
yang satu itu?
"Berapa jauh
lagi dari sini" tanyaku
dengan
khawatir."
"Kira-kira tiga menit,"jawabnya. "Aku yang mengemudi.
Aku sudah
biasa
melewati jalan ini."
Setelah kira-kira sepuluh
menit
mengemudi, aku menengok ke arahnya dengan cemas. "Kalau
tidak salah kau mengatakan bahwa perjalanan kita
hanya tiga menit lagi."
Dia
tersenyum. "Ini jalan memutar
yang lebih aman."
Kami kembali ke jalan raya,
di tengah kabut
yang tak tembus pandang. Apa bagusnya keadaan seperti ini, pikirku. Namun
sudah
terlambat untuk kembali. Kami berbelok ke sebuah jalan kecil menuju ke sebuah pelataran parkir. Kabut mulai terangkat sedikit, dan cahaya sang surya yang kelabu dan seperti air mencoba
menyeruak melalui sela-selanya.
Carolyn turun dari mobil dan aku mnegikutinya dengan malas. Jalan setapak yang kami tempuh tertutup rontakan daun pinus yang tebal. Pohon-pohon besar yang hijau sepanjang tahun seperti barisan menara gelap di atas kami, dan gunung di sini memiliki kemiringan yang tajam ke arah kanan.
Sedikit demi sedikit, kedamaian dan keheningan tempat itu mulai menangkap pikiranku. Tak lama kemudian, sehabis berbelok di sebuah tikungan, napasku seolah-olah terhenti karena kekaguman yang luar biasa. Dari puncak gunung, menurun mengikuti beberapa punggung bukit dan lembah yang cukup luas, diantara pepohonan dan semak-semak, sesuai bentuk permukaan tanah yang ada, tanaman daffodil menghampar seperti sungai yang sedang banjir dengan bunga-bunga yang sedang mekar.
Semua warna yang diramu dari warna dasar kuning ada disana dari warna gading yang paling pucat, kuning lemon yang paling gelap, hingga warna jingga ikan salmon yang paling ceria tampak seperti permadani didepan kami.
Disana, seolah-olah sang surya telah dengan sengaja menumpahkan lelehan emas dan membiarkannya mengalir mengikuti lembah-lembah di lereng gunung itu. Dibagian tengah hamparan warna yang sangat alami itu segerombol hyacinth ungu tampak seperti air terjun bertangga-tangga. Di tengah hamparan tanam tersebut ada sejumlah anjungan kecil umtuk meditasi yang dihiasi dengan bunga tulip warna koral. Dan, seolah-olah paduan warna ini belum cukup, diatas bunga-bunga daffodil sekawanan burung western blubird asyik bercengkarama. Dada mereka yang berwarna megneta dengan sayap biru terang membuat mereka seperti batu-batu permata yang dapat berkicau.
Sejumlah pertanyaan bermunculan di kepalaku: Siapa yang menciptakan taman seindah dan semegah ini? Mengapa? Mengapa di sini, di tempat yang terpencil ini? Lalu bagaiamana membuatnya?
Setelah dekat ke sebuah pondok yang berdiri di tengah taman itu, kami melihat sebuah papan bertuliskan: Jawaban atas pertanyaan -pertanyaan yang pasti Ingin Anda tanyakan.
Jawaban pertama adalah Sesosok perempuan Sepasang Tangan, Sepasang Kaki, dan Otak sedikit Saja. Jawaban kedua adalah setahap demi setahap. Ketiga dimulai dalam tahun 1958.
Dalam perjalanan pulang, aku lebih banyak diam. Aku begitu terkesan oleh yang baru kami saksikan sehingga aku hampir tidak bicara. "Dia mengubah dunia", kataku dalam hati,"sedikit demi sedikit. Bayangkan saja. Dia memulainya hampir empat puluh tahun yang lalu. Dan dunia selamanya berbeda dan lebih baik sebab dia mengerjakannya sedikit demi sedikit dengan usaha yang konsisten.
Rasa takjub yang kurasakan membuat aku merenung. "Bayangkan andai aku mempunyai visi dan telah mengerjakannya, sedikit demi sedikit setiap hari selama sekian tahun yang telah kusia-siakan, apa yang telah kucapai saat ini?"
Carolyn memandangiku dari samping, sambil tersemyum "Mulailah besok," ujarnya. "Malahan kalau bisa mulailah hari ini."